Peta Pusaka Hijau Ngawi, Memetakan Kearifan Lokal untuk
Kelestarian Alam
Di
dalam Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) tahun 2013, Forum Komunitas Hijau Ngawi (FOKHIN)
diberi kesempatan untuk menyempurnakan Peta Hijau Kota Ngawi, yang kemudian oleh
FOKHIN dinamakan Peta Pusaka Hijau Ngawi. Peta Pusaka Hijau Kota Ngawi disusun dengan
tujuan utama untuk menggali dan memunculkan kembali potensi alam dan budaya
masyarakat Ngawi yang berkenaan dengan kelestarian alam. Diharapkan dengan
adanya Peta tersebut masyarakat Kota Ngawi mengenal lebih dekat potensi-potensi
yang ada disekitarnya, sehingga masyarakat lebih bisa menghargai
potensi-potensi lingkungan sekitar, untuk berperilaku sosial yang bertanggung jawab kepada
lingkungan, kaya secara budaya,
sadar ekologi, serta dapat menyadarkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi
serta menjaga potensi sumberdaya alam yang dimiliki.
Penandaan dalam pemetaan ini diprioritaskan pada tempat-tempat yang berhubungan dengan 8 atribut kota hijau (Green Waste, Green Building, Green Transportation, Green Energy, Green Planning & Design, Green Water, Green Open Space, Green Community). Ada 2 hal penting yang menjadi perhatian FOKHIN di dalam pemetaan tersebut, diharapkan nantinya akan bisa menjadi ciri khas Peta Pusaka Hijau Kota Ngawi. Dua hal tersebut adalah tempat-tempat berupa Ruang Terbuka Hijau yang telah dibangun oleh pemerintah Ngawi ditambah dengan sumber-sumber air atau tempat-tempat bersejarah yang ada (Sendang, Belik, dan Punden dan lain sebagainya).
Disamping RTH yang dibangun oleh pemerintah, FOKHIN juga tertarik kepada budaya setempat yang telah melahirkan kearifan lokal untuk menjaga kelestarian lingkungan dan alam. Salah satu budaya masyarakat yang menjadi ketertarikan FOKHIN adalah budaya Nyadran atau Bersih Desa, yang terbukti efektif sebagai sarana untuk mengajak masyarakat sekitar menjaga (jawa : nguri-uri) ekosistem (Alam dan Budaya) yang ada di lokasi tersebut. Biasanya budaya masyarakat ini dilaksanakan di tempat-tempat tertentu seperti sendang, belik dan punden. Sendang atau Belik merupakan istilah Bahasa Jawa untuk menyebut sumber air, di lingkungan sumber air tersebut biasanya terdapat ekosistem vegetasi. Punden berasal dari kata “pepunden” (jawa:nenek moyang yang dihormati) adalah istilah untuk menyebut tempat bersejarah yang diyakini oleh masyarakat sebagai tempat keramat bersemayamnya “penunggu” daerah tersebut, biasanya di lokasi punden terdapat pohon besar atau peninggalan sejarah (Arkeologi) yang berhubungan dengan cikal-bakal berdirinya daerah tersebut. Kepercayaan masyarakat terhadap mitos yang ada, di sendang, mbelik, dan punden telah membawa masyarakat di daerah itu untuk menjaga dan merawat (Jawa : Nguri-uri) ekosistem di lingkungan lokasi tersebut. Akan tetapi seiring perkembangan jaman, sebagian masyarakat telah meninggalkan budaya nyadran dan bersih desa tersebut, sehingga kearifan lokal untuk “nguri-uri” tempat-tempat tersebut ikut pudar pula. Hal inilah yang menjadi dasar ketertarikan FOKHIN untuk mengangkat kembali kearifan lokal yang ada ke dalam Peta Pusaka Hijau Kota Ngawi agar masyarakat kembali peka dan peduli terhadap lingkungan disekitarnya.